Tuesday, July 26

Bahasa buat anak kecil

"Anjing, urang embung jeung maneh!"
Saya miris banget mendengarnya. Anak sekecil itu udah ngomong kayak gitu, dan orang tuanya ketawa bahagia?
Gumam hati saya tadi pagi. rumah saya dan rumah keluarga itu cuma dibatasi seinci tirplek, jadi kami sama-sama bisa mendengar dengan jelas apa yang kami masing-masing katakan.

Saya heran pada anak-anak (baca: balita-balita) sekarang. Mau-maunya diajarin bahasa (baca:bahasa kasar) kayak gitu. dan sempet-sempetnya orang tua memperdendangkan bahasa-bahasa sangat tidak sopan itu di depan anak mereka. Balita 3 tahun, apapun yang ia dengar, lihat, rasakan, akan terpahat sempurna di sinanpsis otaknya

kebetulan keluarga sebelah rumah punya anak usia empat tahun. entah belajar dari mana, saya tahu dia masih TK, dan gak mungkin belajar di TK. Pasti dari orang tuanya, pikir saya. Yang saya denger, itu orang tua dia kalo lagi ngomong (baca : marah) pake basa Sunda kasar di depan anaknya. Anak, siapa sih yang bisa nyalahin? Dia mah ngedenger apapun dibeoin. Jangan sampe kebiasaan sampe gedenya. Kalo dari kecilnya dibiasain kayak gitu, pas udah gede sudah mendarah daging dan sangat sulit banget dihilangkan.

Buat para orang tua dan para calon orang tua, saya minta tolong. Tolong banget jangan jadikan generasi-generasi di bawah kami makin bobrok dari kami. Cukuplah sampai kami aja yang ancur. Jangan bawa adik-adik ke lubang yang sama. Masa depan ada di tangan anak-anak kalian. Plis, plis, Plis! Jaga kata-kata kalian di depan anak-anak.

Indonesia dan Agustus kali ini

1 Ramadhan tahun ini  (kata para ahli hilal) bertepatan dengan 1 Agustus. Di bulan Agustus ini, semua orang yang ngaku WNI pasti tau ada apa di dalamnya. Of course, Agustusan. Alias HUT (istilahnya kayak apaaa gitu, HUT) Indonesia ke.... 2011-1945 = 66 tahun. Udah kakek-kakek berarti, ya, negara kita (tak) tercinta ini. Saya sebagai cucunya merasa (tak) bangga atas prestasi yang sudah ditorehkan oleh kakek saya ini.
Balik ke Agustus. Nah, konon kata sejarah, waktu itu, taun 1945, kan pas 17 Agustus-nya kita diwakili Ir. Soekarno dan Moh. Hatta memproklamirkan sebuah negara persatuan, Indonesia, yang entah sejak kapan namanya berubah jadi NKRI YTPB (Negara Kesatuan Republik Indonesia Yang Tak Pernah Menyatu). 17 Agustus 1945 jadi tanggal bersejarah dan sakral buat para pemilik bendera merah-putih ini. Dan, 17 Agustus 1945 itu bertepatan dengan 17 Ramadhan 1366 Hijriah. Gak percaya? Saya juga gak tau pasti, orang saya belom lahir.
Yang pasti, 17 Agustus 1945 itu zamannya muslim-muslimah pada puasa. Bulan Ramadhan. The most powerful and favorite month in a year. The most unso-so month, and the most special month for everyone.
Oh, ya. saya mau nulis tentang kemerdekaan Indonesia. Inspirasinya dari tema OIS 2011, kalo gak salah ‘Solidaritas Para Pemuda Indonesia dalam Pembangunan’. Kalo gak salah, saya lupa-inget-inget.
Pembangunnan di Indonesia, menurut saya pribadi, apa ya, dibilang maju kagak, dibilang statis juga enggak. Pembangunan di negara ini terkesan terburu-buru. Mau yang bagus, tapi dananya dicubit sana-sini, dan waktu yang mepet. Misalnya aja, pembangunan jalur Monorail di Jakarta.
Jujur, pertama kali saya liat proyek gagal itu sekitar taun 2004-an. Waktu itu saya baru ke Jakarta lagi setelah sekian lama gak ke kota panas itu. Seingat saya, monorail itu masih ada yang megerjakan.
Kesini-sini, kok monorail itu gak ada? Maksud saya, saya ke Jakarta minimal setaun sekali, pastu ngelewatin jalur gagal itu. Jalur monorail itu erletak di atas jalan layang (bentar-bentar... di atas jalan layang? Bukan, bukan. Di atas terowongan! Ya! sebelahan sama jalan layang!) Outer Ring Road Jakarta. Seinget saya lagi, monorail itu sekarang sudah terbengkalai dihuni lumut-lumut. Di musim hujan, jalur (belum tepat dikasih nama jalur, tapi bak rendah yang lebar) itu terendam air. Saya khawatir semen beton yang menahan permukaannya lama-lama akan terkikis air, dan jatuh (jauh banget perkiraannya) menimpa terowongan.
Itu satu. Masih di Jakarta, sebagai daerah yang paling banyak disorot. Penambahan koridor busway. Sebenernya sih, sah-sah aja Pemda Jakarta mau berbuat apapun. Tapi, pikirin juga hal-hal yang gak terduga. Sepeti, pertambahan penduduk akibat urbanisasi yang kian taun kian meningkat. Apa hubungannya?
Ya jelas. Makin banyak penduduk – makin banyak penumpang busway karena murah dan ‘nyaman’ – makin sesek busway – makin rawan kecelakaan – makin celaka.
Yang saya denger, penambahan koridor itu gak sejalan dengan penambahan armada bus. Nah lo! Kalo gitu, kejadian yang saya khawatirkan bakal terjadi. Nanti pas giliran saya kuliah gimana, dong?
Beberapa contoh gak jelas yang bisa saya simpulkan. Pemerintah, niatnya baik, mau bantu rakyat. Harus, dong, kan emang itu tugasnya. Tapi, karena banyak faktor, niat baik itu sampai ke masyarakat sebagai kebijakan yang gak jelas se-gak jelas tulisan saya ini dan malah menimbulkan masalah baru buat masyarakat. Ada baiknya, kalo pemerintah mau bantu rakyat, menurut saya, rapat dulu deh sama rakyatnya. Jangan sama wakil rakyat yang kerjaannya molor di sidang. Molor, digaji pula. Digajinya itu pake duit rakyat.
Gimana, kek, caranya. Atau, kalo pemerintah gak mau rapat sama rakyatnya, pake poling aja. Jajak pendapat di internet, sms, apa kek, kan udah canggih. Gunain tuh, fasilitas-fasilitas lux yang kita beliin untuk melayani kita. Atau lagi, bantu aja secara individual. Jual tuh, mobil tugas yang harganya hampor semilyar, terus diutnya dipake buat ngebenerin sekolah-sekolah yang rusak, dan bikin sekolah-sekolah negeri di pedalaman. Indonesia luas banget, lho. Kalo mau maju, pemerintah, dalam konteks ini para wakil rakyat, seyogyanya mau membantu secara langsung para rakyat.
Gini aja, deh. kalo emang pemerintah gak sanggup ngelola Indonesia dari sabang sampe Merauke, mending Indonesia dipecah aja jadi beberapa bagian biar bisa diurus. Bukan provinsi, karena provinsi masih terikat sama pusat. Pecah, bener-bener dipecah kayak kerajaan-kerajaan gitu, tapi masih bertalian. Kalo gak mau gitu, uruslah daerah-daerah terpencil. Karena, disanalah tempat generas-generasi penerus saya yang Insya Allah bakal berguna kedepannya, lahir, besar, dan tinggal. Sebisa mungkin pemerintah ngambil hati masyarakat di pedalaman, supaya mereka simpati dan mau mengaku sebagai bagian dari Indonesia. Kita juga gak boleh apatis sama mereka. Sama-sama kerja sama sebagai WNI membangun bangsa.
Bukan cuman pemudanya aja. Kakek-nenek, ibu-ibu, bapak-bapak, juga bisa diperbudidayakan. Jangan cuman ngegosip di warung aja, atau ngerokok berjamaah di pos kamling, doronglah kami, para pemuda, supaya mau membangun Indonesia.
Takutnya, kalo kita apatis satu-sama lain, suatu hari di masa depan, manusia bisa mengenang suatu negara bernama Indonesia.